Senin, 14 Januari 2013

Klasifikasi Abortus


2.1        Abortus
2.2.1  Definisi
Abortus adalah terhentinya kehamilan sebelum minggu ke 20 (dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir) dan dengan berat < 500 gram. (Joseph HK & M. Nugroho, S 2010)
Abortus adalah pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. (Winkjosastro, 2007)
Abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu, didasarkan pada tanggal kehamilan hari pertama haid normal terakhir. (Williams, 2009)
2.2.2        Klasifikasi
 Abortus Imminens
Menurut Joseph dan Nugroho, 2010 Abortus imminens adalah perdarahan vagina pada umur kehamilan < 20 minggu. Pada keadaan ini terjadi ancaman proses keguguran, namun produk kehamilan belum keluar.  
a)      Diagnosa Medis:
Anamnesis
1.      Amenorea, dengan PP test (+)
2.      Vaginal spotting, keluarnya darah minimal/light
3.      Diikuti nyeri abdomen (lower abdominal pain/abdminal cramping) dalam beberapa jam hingga hari setelah vaginal spotting. Nyeri biasanya terletak di anterior dan berirama seperti pada persalinan biasa, serangan nyeri biasanya berupa nyeri pinggang bawah persisten disertai perasaan tekanan pada panggul, atau bisa berupa nyeri tumpul pada daerah simfisis pubis yang disertai nyeri tekan di daerah  uterus.
b)      Pemeriksaan Ginekologi
1.      Ostium Uteri Eksternum (OUE) tertutup
2.      Gestastional Sac (GS) masih utuh sehingga tidak ada cairan amnion ataupun jaringan yang keluar.
3.      Biasanya fetus masih hidup
c)      Diagnosis banding :
1.      Kehamilan mola
2.      Kehamilan ektopik


d)     Pemeriksaan penunjang:
USG kehamilan untuk mendeteksi adanya GS dan keadaan janin.
e)      Penatalaksanaan
1.      Rujuk ke dokter spesialis kandungan untuk pelaksanaan lanjutan
2.      Tidak ada terapi spesifik, dianjurkan bed rest sampai 2-3 hari bebas perdarahan.  Meskipun bukti-bukti menunjukkan adanya manfaat untuk mencegah terjadinya keguguran
3.      Pada penatalaksanaan abortus imminens tidak cukup bukti untuk pemberian antibiotik profilaksis. Antibiotik digunakan jika terdapat kecurigaan adanya faktor infeksi maternal.
4.      Pengobatan terapi supportif dapat diberikan preparat hematinik seperti sulfas ferosus 600-1000 mg serta tambahan vitamin C
5.      Perdarahan mungkin dapat menetap selama berminggu-minggu. Evaluasi kehamilan yang diperlukan antara lain pemeriksaan serial vaginal sonography untuk mendeteksi gestastional sac, serum hCG, dan serum progesteron



 Abortus Insipiens
 Abortus insipien adalah abortus yang sedang berlangsung, dengan osteum yang sudah terbuka dan ketuban yang teraba. Kehamilan tidak dapat diprtahankan lagi. (Joseph HK & M. Nugroho, S 2010)
a)      Diagnosa Medis
Anamnesis :
a.       Amenorea, disertai dengan PP test (+)
b.      Volume darah yang keluar lebih banyak
c.       Crompy lower abdominal pain, atau pergerakan servikan dan nyeri adnexial
b)      Pemeriksaan ginekologi:
a.       Dilatasi os cervik, namun belum ada jaringan yang keluar
b.      Pecahnya selaput ketuban disertai mengalirnya air ketuban
c)      Penatalaksanaan
1.      Karena pecahnya selaput ketuban yang terjadi pada paruh pertama kehamilan kemungkinan untuk penyelamatan kehamilan menjadi sangat kecil, sehingga kehamilan harus diterminasi dengan cara diinduksi dengan pemberian oksitosin (oksitosin 10 unit dalam 500 cc D5% dimulai 8 tetes permenit dan naikkan sesuai kontraksi uterus, hati-hati terjadinya kontraksi yang hipertonik sehingga harus dipantau ketat) untuk memacu kontraksi uterus sehingga produk kehamilan dapat keluar
2.      Alternatif lain dengan pemberian misoprostol 200-600µg oral atau vaginal yang menyebabkan terjadinya perlunakan cervik dan kontraksi uterus sehingga menyebabkan keluarnya produk kehamilan. Bila produk kehamilan belum keluar, maka pemberian misoprostol dapat diulang dengan interval 6-7 jam
3.      Bila produk kehamilan yang keluar tidak lengkap lanjutkan dengan kuretase
4.      Pasca kuretase diberikan metilergometrin maleat 3x1 tablet perhari selam 5 hari dan antibiotik selama 5 hari. Antibiotik yang dapat diberikan seperti, amoxilin, ampisilin, eritromisin,.
5.      Pada keadaan cervik yang berdilatasi disertai perdarahan yang pasif sebaiknya dilakukan kuretase disertai infus drip oksitosin 10-20 IU dalam RL atau NaCL fisiologis. Pemberian infus dapat dimulai dengan kristaloit (RL/NaCL) dengan pemberian cairan meliputi maintenance dan ditambah jumlah perdarahan aktif
6.      Pemeriksaan golongan darah Rh darah rutin bila kehilangan darah dalam jumlah banyak agar dapat segera dilakukan intervensi yang tepat dengan resusitasi cairan ataupun transfusi darah
7.      Rujuk kedokter spesialis kandungan untuk penatalaksanaan lanjutan selanjutnya



Abortus inkomplet
Abortus inkomplet adalah pengeluaran hasil konsepsi yang tidak lengkap/ekspulsi parsial dari hasil konsepsi. Fetus biasanya sudah keluar namun terjadi retensi plasenta, sebagian atau seluruhnya di dalam uterus. Pada abortus inkomplet, perdarahan umumnya masih berlangsung. (Joseph HK & M. Nugroho, S 2010)
a)      Diagnosa
Anamnesa:
1.      Amenorhea, disertai dengan PP test (+)
2.      Nyeri perut/abdominal cramping, v\m\\
3.      Ccv  jaringan.
b)      Pemeriksaan Ginekologi
1.      Pada pemeriksaan dalam, untuk abortus yang baru terjadi didapatkan cerviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri
2.      Uterus berukuran lebih kecil dari usia kehamilan




d)     Pemeriksaan penunjang :
USG kehamilan untuk mendeteksi adanya retensi produk/sisa kehamilan
d)     Penatalaksanaan :
1.      Rujuk ke Dokter Spesialis Kandungan untuk pelaksanaan lanjutan
2.      Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan transfusi darah. Pemberian pada penatalaksanaan syok hipovolemik :
- Untuk memulihkan status volume, pasang 2 jalur intravena, berikan 1-2 L kristaloid seperti NaCL (0,9%) atau RL secara intravena selama 30-60 menit, sambil memantau tanda-tanda edema paru, dan teruskan pemberian cairan berdasarkan tanda vital
3.      Berikan komponen sel darah merah untuk mempertahankan
4.      Bila pasien demam, antibiotika broad spectrum diberikan sebelum dilakukan kuretase untuk mengurangi insidensi postabortal endometritis dan PID. Sedangkan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala infeksi juga diberikan terapi profilaksis antibiotik

Abortus Komplit
Abortus komplit adalah keseluruhan hasil konsepsi dikeluarkan (fetus dan plasenta), sehingga tidak ada yang teertinggal didalam kavum uteri. (Joseph HK & M. Nugroho, S 2010)
1.      Diagnosa
Anamnesa :
a.      Amenorhea
b.      Terjadi perdarahan per vaginan yang kemudian berhenti spontan setelah semua produk kehamilan keluar
c.       Ada kontraksi uterus yang terasa nyeri yang juga akhirnya berhenti setelah produk konsepsi keluar
2.      Pemeriksaan Ginekologi :
a.       Osteum uteri eksternum tertutup dengan perdarahan minimal dan tidak ditemukan adanya jaringan yang keluar
b.      Uterus mengecil
3.      Pemeriksaan penunjang :
USG kehamilan gambaran uterus yang bersih tanpa produk konsepsi


4.      Penatalaksanaan :
a.       Setelah dipastikan hasil konsepsi telah keluar seluruhnya kemudian berikan obat-obatan uterotonika seperti metilergometrin maleat 3x1 tablet perhari selama 5 hari dan antibiotika kalau perlu
b.      Terapi tidak spesifik, namun pastikan pasien untuk kontrol dalam beberapa hari berikutnya.
2.2        Epidemiologi
Abortus merupakan salah satu masalah kesehatan. “Unsafè abortion” menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut world health organization (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina, antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand (Azhari, 2005).
Di Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu berhubungan dengan abortus. Sementara, di Tanzania dan Adis Adaba masing-masing sebesar 21% dan 54%. Hal ini merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat ketidakterjangkauan pelayanan kedokteren moderen yang ditandai oleh kesenjangan informasi. (Dr.azhari, 2005)


2.2        Etiologi
Menurut Winkjosastro 2007, pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah. Sebaliknya, pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dibagi sebagai berikut:
1.      Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsespsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebebkan kematian mudigah pada hamil muda.
2.      Kelainan Pada Plasenta
Endarteritis dapat terjadi dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
3.      Penyakit Ibu
Penyakit mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis, pieloneftritis, malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, dan kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, laparatomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis juga dapat menyebabkan abortus walaupun lebih jarang.
4.      Kelainan Traktus Genitalis
Retroversio uteri, mioma uteri merupakan kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Tetapi harus diingat bahwa hanya retroversi uteri gravidi inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam trimester ke 2 ialah servik inkomplet yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada servik, dilatasi serviks beerlebihan, kolonisasi, amputasi, atau robekan serviks luas yang tidak dijahit.

Sedangkan penyebab abortus menrut wikipedia adalah:
            Karakteristik ibu hamil dengan abortus yaitu:
a)      umur
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain.
b)       Jarak hamil dan bersalin
terlalu dekat Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.


c)      Paritas ibu
Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
d)     Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan yang lalu menurut malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita ialah 73% dan 83,6% . sedangkan, Warton dan Fraser dan Liewellyn – Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2007)
2.2        Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umunya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
2.2        Komplikasi Abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.
1.      Perdarahan  :
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian trnsfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2.      Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diama-amati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya , perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas. Mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3.      infeksi
      infeksi terbatas pada desidua, apabila infeksi meyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok
4.  Syok
      Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).


DAFTAR PUSTAKA



1.             Winkjosastro Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan, Ed.3. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta

2.             http://www.elvinmiradi.com/?s=angka+kematian+abortus+di+palembang&x=54&y=15&=Cari

3.             Nasrin Kodim, 2007.

4.             Notoatmodjo Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta, Indonesia.

 

 

5.             joseph HK & M. Nugroho, S 2010

 

6.             Alimul Aziz Hidayat

 

7.             Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, Indonesia.

8.             Leveno, Kenneth J. 2009. Obstertri Williams, Ed. 21. EGC, Jakarta

9.             Handono, dkk. 2009. Abortus Berulang. Refika Aditama, Bandung.

10.         Wikipedia Indonesia, Gugur Kandungan. http://www.wikipedia.com diakses tanggal 18 Oktober 2010,  pukul, 14.23 WIB

11.         http://inovasiekowati.wordpress.com/2009/05/23/determinan-antara-yang-     berhubungan-dengan-angka-kematian-ibu-aki-di-sumatera-selatan/ diakses



Tidak ada komentar:

Posting Komentar