Jumat, 18 Januari 2013

Pelvic Inflammatory Diseases (PID)


2.1              Pengertian
PID (Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi pada bagian dalam organ reproduksi perempuan yang disebabkan oleh bakteri yang menjalar dari vagina dan leher rahim hingga dapat mencapai rahim dan ovarium.
Penyakit radang panggul (PRP) merupakan infeksi genitalia bagian atas wanita yang sebagian besar akibat hubungan seksual. Biasanya disebabkan oleh Neisseria gonore dan Klamidia trakomatis dapat pula oleh organisme lain yang menyebabkan vaginosis bakteria
2.2    Etiologi
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui vagina dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii, 90-95% kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual (misalnya klamidia, gonore, mikoplasma, stafilokokus, streptokokus). Infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama kehamilan. Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium).
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
·  Aktinomikosis (infeksi bakteri)
·  Skistosomiasis (infeksi parasit)
·  Tuberkulosis.
·  Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.

Faktor resiko terjadinya PID:
·  Aktivitas seksual pada masa remaja
·  Berganti-ganti pasangan seksual
·  Pernah menderita PID
·  Pernah menderita penyakit menular seksual
·  Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang

2.3    Gejala
           Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi.
Penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah.Biasanya infeksi akan menyumbat tuba falopii. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan.Infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ-organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa terbentuk abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul, gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok.
Lebih jauh lagi bisa terjadi penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada PID:
·  Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi dan bau yang abnormal
·  Demam
·  Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau spotting (bercak-bercak kemerahan di celana dalam
·  Kram karena menstruasi
·  Nyeri ketika melakukan hubungan seksual
·  Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual
·  Nyeri punggung bagian bawah
·  Kelelahan
·  Nafsu makan berkurang
·  Sering berkemih
·  Nyeri ketika berkemih.
2.4  Diagnosa
           Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
·  Pemeriksaan darah lengkap
·  Pemeriksan cairan dari serviks
·  Kuldosentesis
·  Laparoskopi
·  USG panggul.
2.5Pengobatan
            PID tanpa komplikasi bisa diobati dengan antibiotik dan penderita tidak perlu dirawat. Jika terjadi komplikasi atau penyebaran infeksi, maka penderita harus dirawat di rumah sakit. Antibiotik diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah) lalu diberikan per-oral (melalui mulut). Jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pasangan seksual penderita sebaiknya juga menjalani pengobatan secara bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan seksual, pasangan penderita sebaiknya menggunakan kondom.
2.6  Dampak
  • Infertilitas
  • Kehamilan ektopik
  • Nyeri kronis abdomen bagian bawah
  • Jika hamil, persalinan prematur
2.7  Pencegahan
Cara terbaik untuk menghindari penyakit radang panggul adalah melindungi diri dari penyakit menular seksual. Penggunaan kontrasepsi seperti kondom dapat mengurangi kejadian penyakit radang panggul.Apabila mengalami infeksi saluran genital bagian bawah maka sebaiknya segera diobati karena dapat menyebar hingga ke saluran reproduksi bagian atas. Terapi untuk pasangan seksual sangat dianjurkan untuk mencegah berulangnya infeksi.







Kehamilan dengan Faktor Resiko


1 Definisi Kehamilan dengan Faktor Resiko   
Kehamilan dengan faktor resiko adalah suatu kehamilan dimana jiwa dan kesehatan ibu dan bayi terancam. (Mochtar, 2005)
Kehamilan dengan faktor resiko adalah kehamilan dimana ditemukannya sutu keadaan yang mempengaruhi optimalisasi pada kehamilan yang dihadapi. (Manuaba, 2008)
2 Faktor-Faktor Resiko pada Kehamilan
Menurut Azrul Azwar (2008) faktor-faktor resiko pada ibu hamil meliputi:
1.      Umur
a.       Terlalu muda yaitu < 20 tahun
      Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit.



b.      Terlalu tua yaitu > 35 tahun
      Pada umur ini kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35 tahun sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, perdarahan dan resiko cacat bawaan.
2.      Paritas
Paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena semakin banyak anak keadaan rahim ibu semakin lemah.
3.      Interval
      Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak terlalu dekat maka rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini perl diwaspadai persalinan lama, kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik atau perdarahan.
4.      Tinggi badan
      Tinggi badan < 145 cm, pada keadaan ini paerlu diwaspadai ibu yang mempunyai panggul sempit sehingga sulit untuk melahirkan
5.      Lingkar Lengan Atas
Lila < 23,5 cm, ini berarti ibu beresiko memderita KEK  (Kekurangan Energi Kronik) atau kekurangan gizi yang lama. Pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, pertumbuhan dan perkembangan otak janin terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan anak dikemudian hari.
6.      Riwayat Keluarga menderita penyakit kencing manis (DM), Hipertensi dan riwayat cacat kongenital.
7.      Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul
          Menurut Wordpress (2008), faktor resiko atau resiko sedang dalam kehamilan yaitu: tinggi badan kurang dari 145 cm, jarak antara kelahiran/ kehamilan kurang dari 2 tahun, paritas lebih dari 3 orang, usia >35 tahun dan <20 tahun, serta lingkar lengan atas <23,5 cm.
         Banyak Faktor yang menentukan resiko pada kehamilan contohnya:
1.      Ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi diperlukannya operasi Caesaria
2.      Bila bayi terlalu besar atau berat badan naik terlalu berat masalah yang biasa terjadi adalah kelahiran melalui vagina biasanya sulit terjadi.
3.      Pada ibu hamil dengan factor resiko usia diatas 35 tahun, bayi biasannya berada pada posis yang menimbulkan komplikasi pada saat kelahiran, seperti pada bagian pantat atau kaki yang berada di bawah.
4.      Placenta previa suatu keadaan dimana placenta menutup saluran rahim baik sescara keseluruhan maupun hanya sebagian, yang menyebabkan diperlukannya operasi Caesar.

3 Tanda-Tanda Bahaya pada Kehamilan
Tanda-tanda bahaya pada kehamilan adalah keadaan pada ibu hamil yang mengancam jiwa ibu atau janin yang dikandungnya.
Tanda bahaya pada kehamilan adalah:
a.       Perdarahan pervaginam
b.      Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak menghilang
c.       Perubahan visual yang hebat
d.      Nyeri abdomen yang hebat
e.       Bayi kurang bergerak seperti biasa
f.       Pembengkakan pada wajah dan tangan
(Manuaba, 2008)
    
4.    Faktor Resiko Umur >35 Tahun
Masalah-masalah utama pada resiko kehamilan usia diatas 35 tahun adalah yang sering ditemukan para dokter pada wanita hamil dengan usia diatas 35 tahun seperti diabetes gestasional (diabetes yang muncul pada saat kehamilan), tekanan darah tinggi dan juga masalah-masalah pada janin. Wanita hamil dengan usia lebih tua akan lebih sering mengalami masalah pada kandung kemih dibandingkan wanita hamil dengan usia yang lebih muda. Resiko lainnya adalah resiko keguguran yang lebih besar.
Kehamilan diusia > 35 tahun terjadi gangguan pada sistem hormon seperti hormon progesteron dan estrogen. Selain jumlah sel telur yang sedikit juga berpengaruh terhadap kemampuan rahim untuk menerima bakal janin dan embrio faktor ini terkadang mengalami kesulitan untuk melekat dilapisan dinding rahim atau endometrium, ini dapat meningkatkan terjadinya keguguran. (Ridwanamiruddin, 2007)         
Resiko bagi sang Ibu diantaranya adalah:
1.      Tekanan darah tinggi dan diabetes.  
2.      Pendarahan yang dapat membahayakan Ibu dan bayinya.
3.      Bayi dilahirkan secara Caesar.
4.      Terjadi kehamilan diluar rahim.
Sedangkan resiko pada bayi adalah:
1.      Cacat bawaan, bisa berupa kelainan kromosom pada anak
2.      Keguguran, dikarenakan penurunan kemampuan rahim untuk menerima janin
3.      Resiko meninggalnya bayi yang dilahirkan
4.      Persalinan dengan bayi prematur (berat lahir rendah) (Saifudin, 2009)
5.  Penatalaksanaan
Kehamilan pada usia > 35 tahun memerlukan pengawasan dan penanganan dini, diawasi dan ditangani oleh dokter ahli kandungan sejak dini yaitu perlu melakukan beberapa pemeriksaan seperti:
a.    Pemeriksaan laboraturium untuk memeriksa gula darah untuk memastikan ada atau tidak penyakit diabetes militus
b.    Pemeriksaan darah ibu untuk mengetahui adanya kelainan kromosom
c.     Menjalani upaya medis untuk mencegah hipertensi, dan cacat bawaan
d.   Pemberian asam folat yang cukup pada ibu hamil karena dapat mengurangi resiko cacat bawaan diberikan sampai usia kehamilan 12 minggu/ masa pembentukan organ janin.ibu hamil pada usia > 35 tahun perlu medapat penangan untuh mencegah kelahiran prematur. (Ridwanamiruddin, 2007)

6. Definisi Kehamilan Dengan Faktor Resiko Paritas > 3 Orang
            Sumber yang didapat dari Wikipedia terdapat istilah tentang paritas yaitu :
  1. Primipara yaitu seorang wanita yang pernah melahirkan satu kali melahirkan untuk pertama kali.
  2. Multipara yaitu Seorang wanita yang melahirkan lebih dari satu kali.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal dan paritas tinggi lebih dari 5 kali mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. (Prawihardjo, 2006)
            Resiko pada paritas 2-3 dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangan resiko pada paritas tinggi dapat di kurangi dan di cegah dengan keluarga berencana.
            Pengelompokkan paritas ditinjau dari tingkatannya paritas di kelompokkan menjadi 3 antara lain :
1.      Paritas rendah atau primipara
      Paritas rendah atau primipara meliputi nullipara dan primipara.
2.      Paritas sedang atau multipara
            Paritas sedang atau multipara di golongkan pada hamil dan bersalin 2-4 kali pada parita sedang ini, sudah masuk kategori rawan terutama pada kasus-kasus obstetri yang jelek, serta interval kehamilan yang telah terlalu dekat kurang dari 2 tahun.
3.      Paritas tinggi
      Kehamilan dan persalinan pada paritas tinggi atau grandemultipara ádala ibu hamil dan melahiran 5 kali lebih, paritas tinggi merupakan paritas rawan oleh karena paritas tinggi banyak kejadian-kejadian obstetrik.
      Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah di alami oleh wanita. Paritas lebih dari 3 orang adalah jumlah persalinan yang di alami oleh wanita yang lebih dari 3 kali. ( Mc Donald, 2008 )
6.1  Penatalaksanaan
                        Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Pencegahannya dapat dilakukan dengan:
  1. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke petugas kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.
  2. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2
  3. Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif
  4. Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dihindari dengan mengenali tanda-tanda kehamilan beresiko serta segera datang ke petugas kesehatan bila ditemukan tanda-tanda bahaya kehamilan. (Mc. Donald, 2008)







KPSW


2.1 Definisi
Ketuban Pecah Dini atau Premature Of The Membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban yang berisi cairan ketuban yang terjadi sebelum tanda-tanda inpartu dan pembukaan pada primi kurang 3 cm dan pada multi kurang dari 5 cm. (10)
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi in partu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak. (11)
Ketuban Pecah Dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua factor. (12)        

2.2 Etiologi
2.2.1  Etiologi, (10) yaitu :
Penyebab dari (KPSW) ini tidak atau masih belum begitu jelas akan tetapi ketuban pecah dini  mempunyai multi faktorial, yaitu :


1.   Infeksi : yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPSW.
2.   Serviks Inkompotensia
3.   Ketegangan rahim berlebihan : Kehamilan ganda, hidramnion.
4.   Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
5.   Kemungkinan kesempitan panggul : Bagian terbawah belum masuk PAP, sefaloperviks disporforsi.
6.   Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Faktor lain :
a.       Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
b.      Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c.       Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum,
d.      Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat ( Vitamin C ).
2.2.2  Etiologi menurut, (11)  yaitu :
1.      Serviks inkompeten.
2.      Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
3.      Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia, meningkatnya enzim proteolitik).
Penyebab umum ketuban pecah dini yaitu :
a.       Multi/grandemulti.
b.      Overdistensi (hidramnion, hamil ganda).
c.       Disproporsi sefalo pelvis.
d.      Kelainan Letak (lintang, sungsang)
2.2.3  Etiologi menurut (5), yaitu :
1.      Selaput keetuban terlalu tipis (kelainan ketuban).
2.      Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
3.      Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi adalah : multipara, malposisi, disproporsi, cervix incompoten, dan lain-lain.
4.      Ketuban pecah dini artifial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

2.3 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung  sebagai berikut :
  1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
  2. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban (13).
Ketuban pecah ssebelum waktunya berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membrane fetal akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran yang mengalami rupture premature ini tampak memiliki defek fokal dibanding kelemahan menyeluruh. Daerah dekat tempat pecahnya membrane ini disebut “ restricted zone of extreme altered morphology” yang ditandai dengan adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan kompakta, fibroblast maupun spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini dan merupakan daerah breakpoint awal. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien dengan resiko tinggi (14).

2.4 Klasifikasi
Adapun gejala-gejala KPSW dapat diketahui dengan adanya hal-hal sebagai berikut:
  1. Keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan 22 minggu.
  2. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
  3. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan aterm (12).

2.5 Gejala dan Tanda
 Gejala dan tanda ketuban pecah dini  yaitu :
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (10).

2.6 Komplikasi
Komplikasi Pada Persalinan Dengan Ketuban Pecah  Sebelum Waktunya Yaitu ­ :
1.            Persalinan diantara ketuban pecah sebelum waktunya dalam persalinan disebut periode laten.
a. Ketuban pecah Sebelum Waktunya (KPSW) pada usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh periode laten yang lebih panjang.
b.    Aterm : Periode laten 24 jam pada 90 % pasien.
c.    28 sampai 34 minggu : 50 % inpartu dalam 24 jam, 80 % - 90 %. Inpartu dalam waktu + satu minggu.
d.   Kurang dari 24 – 26 minggu : 50 % inpartu dalam waktu satu minggu
2. Infeksi
Ketuban pecah dini > 24 jam disertai kenaikan yang nyata resiko terjadinya infeksi.

a. Infeksi Maternal
1)      Korioamniotis (Infeksi selaput ketuban mendahului kelahiran)
2)      Endometris
3)      Infeksi menyebar dari endometrium ke mometrium dan bahkan ke parametrium.
4)      Infeksi klinis menetap > 24 jam setelah melahirkan
b. Infeksi Fetal
Prolapus tali pusat lebih sering terjadi pada kasus ketuban pecah dini yaitu 1,5 %, sehingga infeksi pada fetal bisa menyebabkan :
1)        Prematuritas
2)        Gawat janin intrauter (10).

2.7 Pengaruh Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
1.      Terhadap Janin
Walaupun pada ibu belum menunjukan gejala – gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnioitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.
2.      Terhadap Ibu
Karena janin telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal apalagi bila terlalu sering periksa dalam, selain itu juga dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitas dan septikemia. Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan akan naik, nadi cepat dan terjadilah infeksi (5).

2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir.
2. Inspeksis
Pengamatan dengan mata biasa, akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPSW akan tampak keluar cairan ostium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4. Pemeriksaan Dalam
Didalam vagina didapati cairan dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi (10).



2.9 Penatalaksanaan
  1. Penanganan umum
a.       Konfirmasi usia kehamilan (USG)
b.      Lakukan pemeriksaan inspekulo (dengan spekulum DTT) untuk menilai cairan yang keluar (jumlah, warna, bau) dan membedakannya dengan urine.
c.       Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 22 minggu jangan lakukan pemeriksaan dalam secara digital.
d.      Tentukan ada tidaknya infeksi.
e.       Tentukan tanda – tanda inpartu.
  1. Penanganan khusus
a.       Bau cairan ketuban yang khas
b.      Jika keluarnya cairan ketuban sedikit – sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian.
c.    Dengan pemeriksaan spekulum DTT, lakukan pemeriksaan inspekulo, nilai apakah cairan keluar melalui ostium atau terkumpul ditorniks posterior. Perhatian ; jangan lakukan pemeriksaan dalam dengan jari, karena tidak membantu diagnosis dan dapat menyebabkan infeksi.
d.      Lakukan tes lakmus (tes nitrazin). Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
e.       Tes pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan amnion dan gambaran daun pakis (12).
2.9.1Penanganan Konservatif
1.      Rawat di Rumah Sakit
2.      Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3.      Jika umur kehamilan < 32 – 24 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4.      Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa ( - )  beri deksametasan, observasi tanda – tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
5.      Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24 jam.
6.      Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
7.      Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leokosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)
8.      Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan kalau kemungkinan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.Dosis Salbutamol 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, Deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali (12).
2.9.2 Penanganan Aktif
1.         Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitoksin bila gagal seksio sesarea. Berikan misoprostol 50 mg intavagina tiap 6 jam maksimal 4 kali
2.         Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalian segera diakhiri.
a.       Bila skor pelvik <5 dilakukan pamatangan serviks, kemudian lakukan induksi jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesarea
Bila skor pelvik >5 induksi persalinan atau partus pervaginam

Pre Eklampsi Berat


Konsep Dasar  Pre-Eklampsia Berat
1 Definisi
Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. (Prawirohardjo, 2007)
Pre-eklampsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasen(Chapman, 2006)
Pre-eklampsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat diprediksiakan progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan gagal multi-organ yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan berdampak negatif pada lingkungan janin.(Boyle, 2008)

2   Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah mendapat banyak teori yang coba menerangkan sebab-musahab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
                   (Prawirohardjo, 2007)
1.    Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
2.    Sebab bertambanya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3.    Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4.    Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan berikutnya.
5.    Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Kondisi yang berkaitan atau yang menjadi predisposisi terjadinya pre-eklampsia (Kriebs, 2010):
1. Nuliparitas
2. Penyakit trofoblastik
3. Kehamilan kembar, tanpa memperhatikan paritas
4. Penyakit medis yang sudah ada sebelumnya :
    Hipertensi kronis
    Penyakit ginjal kronis
    Diabetes mellitus pragestasional
5. Riwayat pre-eklampsia atau eklampsia dalam keluarga.

3   Patofisiologi
Preeklampsia berhubungan dengan implantasi abnormal plasenta dan invasi dangkal tromboblastik yang diakibatkannya. Mengakibatkan berkurangnya perfusi plasenta. Anteria spiralis maternal (juga disalahartikan arteria uterina) gagal mengalami vasodilatasi fisiologis normalnya aliran darah kemudian mengalami hambatan akibat perubahan aterotik yang menyebabkan obstruksi  di dalam darah.
        Patologi peningkatan tahanan dalam sirkulasi utero plasenta dengan gangguan aliran darah intervilosa, dan berakibat iskemia dan hipoksia yang bermanifestasi selama paruh  kedua kehamilan (Chapman, 2006).
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensivitas vaskuler terhadap angiontensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospame merupakan diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsi-fungsi organ seperti plasenta, ginjal, hati dan otak menurun sampai 40-60%. Gangguan plasenta menimbulkan degerenasi pada plasenta dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensifitas terhadap oksitosin meningkat. (Maryunani dkk, 2009).


4   Klasifikasi
a)    Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria  atau edema pada umur 20 minggu atau lebih pada masa nifas. (Nugroho, 2010)
b)Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Nugroho, 2010) 
c)  Eklampsia diklasifikasikan menurut saat terjadinya kejang pertama dalam kaitannya dengan saat kelahiran. (Benson dan Pernoll, 2009)

5        Gejala dan Tanda
a) Tekanan darah sistolik / diastolik ≥ 160 / 110 mmHg.
b) Proteinuria 5 gram atau lebih per 24 jam atau kulitatif positif 3 atau 4.
c) Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc per jam disertai  
    dengan kenaikan kretinin plasma
d)   Gangguan visus dan cerebral.
e)  Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen
f)  Edema paru, cyanosis.
g) Pertumbuhan intra uterin terlambat
h) Adanya HELLP syndrome (Hemolisis Elevated Liver function test     
     and Low Platelet count). (Nugroho, 2010)

6  Diagnosis
      Diagnosis pre-eklampsia yang ditegakkan berdasarkan (Mochtar, 2006):
1.  Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan,edema,
     hipertensi, dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri
epigastrum, gangguan visus, penglihatan kabur, skotoma, mual dan muntah.
Gangguan serebral lainnya : refleks meningkat dan tidak tenang.
2. Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium.
     Diagnosis eklampsia (Benson dan Pernoll, 2009) antara lain :
1.    Kejang
Mungkin disebabkan oleh ensefalopati hipertensi, epilepsi, tromboemboli, intoksikasi atau efek lepas obat, trauma, hipoglikemia, krisis hemolitik pada anemia sel sabit atau tetani karena alkalosis dan eklampsia.
2.   Koma
Biasanya mengikuti kejang pada eklampsia, tetapi koma dapat juga terjadi tanpa kejang. Penyebab koma lainnya adalah epilepsi, sinkop, intoksikasi obat atau alcohol, asidosis atau hipoglikemia (diabetes), stroke dan azotemia.
Diagnosa PEB ditegakkan apabila pada kehamilan > 20 minggu didapatkan satu/lebih gejala/tanda.


7 Komplikasi
            Komplikasi ibu dengan pre-eklampsia adalah cerebral vascular yunani dkk, 2009 accident, kardiopulmonari edema, insufisiensi Renal Shutdown, retardasi pertumbuhan, kematian janin intrauterine yang disebabkan hipoksia dan prematur.  Pre-eklampsia dapat berkembang secara progresif menjadi eklampsia yaitu pre-eklampsia ditambah dengan kejang dan koma (Maryunani dkk, 2009).

8 Penatalaksanaan
            Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan. Maka perawatan dibagi menjadi:
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medisial.
a.  Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment (NST & USG )
Indikasi
Pada ibu :
1.       Usia kehamilan 37 minggu lebih.
2.      Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia.
3.      Kegagalan tetapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan  medikamentosa terjadi kenaikan tekanan darah atau setelah 24   jam terapi medikamentosa tidak ada perbaikan.
Pada janin
1. Hasil fetal assessment jelek (NST & USG)
2. Adanya tanda IUGR
Laboratorium
Adanya HELLP syndrome
b.    Pengobatan Medikamentosa yaitu :
1.    Segera masuk rumah sakit
2.    Tidur berbaring, miring ke satu sisi (sebaiknya kiri), tanda
     vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap9w jam.
3.    Infuse dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan
     infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc
4.    Antasida
5.    Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6.    Pemberian obat anti kejang : diazepam 20 mg IV dilanjutkan dengan 40 mg dalam Dekstrose 10% selama 4-6 jam. Atau MgSO4 40% 5 gram IV pelan-pelan dilanjutkan 5 gram dalam RL 500 cc untuk 6 jam.
c.    Pengobatan obstetrik
1.    Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu
     Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai
     bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
Seksio sesaria bila :
a. Fetal assessment jelek
b. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai bishop kurang
          dari 5) atau adanya kontaindikasi tetesan oksitosin.
c.  12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk
          fase aktif.
d.   Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
2.    Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu
2.a. Kala I
Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria
Fase aktif : Amniotomi saja. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio seksaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin)  
b. Kala II
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian terapi medikamentosa. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang bila keadaan memungkinkan terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan
ditambah pengobatan medis.
a. Perawatan konservatif
Indikasi : Bila kehamilan preterm atau kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
Terapi medikamentosa : Sama dengan terapi medikamentosa pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.